Secara etimologi, kata metode berasal dari dua suku kata, yakni meta dan hodos yang berarti jalan atau cara. Kata metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan yang harus dilalui untuk sampai pada tujuan tertentu. Di dalam dunia pendidikan metode diartikan sebagai suatu cara-cara untuk menyampaikan materi pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik, disampaikan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
[1]

Potensi dasar yang ada pada anak merupakan potensi alamiah yang dibawa anak sejak lahir atau bisa dikatakan sebagai potensi pembawaan oleh karena itulah, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan dalam mendidik anak dapat tercapai dengan baik. Pengarahan orang tua kepada anak dalam lingkungan keluarga sebagai faktor eksternal, salah satunya dapat dilakukan dengan metode pembiasaan, yaitu berupa menanamkan kebiasaan yang baik kepada anak.

Pembiasaan merupakan sebuah metode dalam pendidikan berupa “proses penanaman kebiasaan” Sedangkan yang dimaksud dengan kebiasaan itu sendiri adalah “cara-cara bertindak yang persistent uniform, dan hampir-hampir otomatis (hampir-hampir tidak disadari oleh pelakunya).[2]

Menurut Muhammad Zein, orang tua berperan sebagai penanggung jawab dan pendidik dalam keluarga. Menurutnya, dalam mendidik anak perlu diterapkan tiga metode yaitu “meniru, menghafal dan membiasakan”.[3] Pada metode pembiasakan, operasionalnya adalah dengan melatih anak untuk membiasakan segala sesuatu supaya menjadi kebiasaan. Sebab menurutnya, “kebiasaan ini akan menimbulkan kemudahan, keentengan”.

Metode pembiasaan ini adalah sebagai bentuk pendidikan bagi manusia yang prosesnya dilakukan secara bertahap, dan menjadikan pembiasaan itu sebagai teknik pendidikan yang dilakukan dengan membiasakan sifat-sifat baik sebagai rutinitas, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan. Pembiasaan juga merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka belum paham tentang apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila.

Demikian pula mereka belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti pada orang dewasa. Pada sisi yang lain mereka juga memiliki kelemahan yaitu belum memiliki daya ingat yang kuat. Mereka lekas melupakan apa yang telah dan baru terjadi. Sedangkan pada sisi yang lain, perhatian mereka lekas mudah beralih kepada hal-hal yang baru dan disukainya. Sehingga berkaitan dengan hal tersebut, mereka perlu dibiasakan dengan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan pola pikir tertentu. Anak perlu dibiasakan untuk mandi, makan dan tidur secara teratur, serta bermainmain, berbicara, belajar, bekerja, dan sebagainya khususnya adalah dibiasakan untuk melaksanakan ibadah.


RELIANTI

--------------------------------------------------------------

[1] Sugiono (2012) Metode Penelitian Pendidikan: Metode Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, hal 79


[2] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 184


[3] Muhammad Zein (1995) Methodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta: AK Group hal. 224