Media dapat diartikan sebagai “alat yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.”[1] Media adalah alat yang dapat digunakan agar proses kegiatan berjalan dengan baik dan tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

“Media merupakan cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan.”[2] Berdasarkan kutipan di atas dapat diterangkan bahwa media adalah alat untuk mencapai tujuan kegiatan. Guru sebagai pendidik dan pengajar dalam memilih suatu media yang akan dipergunakan dalam program kegiatan anak di taman kanak-kanak memerlukan alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung pemilihan media tersebut, seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar.

“Karakteristik tujuan adalah pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan nilai”[3] Berdasarkan kutipan di atas dapat diterangkan bahwa karakteristik tujuan memiliki maksud untuk pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan nilai anak didik.

“Karakteristik anak antara lain anak selalu bergerak, mempunyai rasa ingin tahu yang kuat, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi, dan senang berbicara.”[4] Berdasarkan kutipan di atas dapat diterangkan bahwa anak memiliki karakteristik yang berbda satu sama lain. Guru dalam mengajar harus dapat memahami karakteristik anak yang di ajarnya.



B.Bermain Kotak-kotak

1. Bermain Kotak-kotak dalam Mengekpresikan Kreativitas Anak

Bermain adalah hak asasi bagi anak usia dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan kepibadiannya

“Bermain merupakan bentuk kegiatan yang memberikan kepuasan kepada diri anak yang bersifat nonserius, lentur dan bahan mainan terkandung dalam kegiatan dan yang secara imajinatif ditransformasikan sepadan dengan dunia orang dewasa.”[5]

Berdasarkan kutipan di atas dapat diterangkan bahwa di dalam bermain anak memiliki nilai kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan keterampilan dan anak mendapatkan kepuasan dalam bermain, yang berarti mengemabngkan dirinya sendiri. Dalam bermain, anak dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran, dan memahami keberanaan lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi, dan kreativitas.

Kenyataan sekarang ini sering dijumpai bahwa kreativitas anak tanpa disadari telah terpasung di tengah kesibukan orang tua. Namun kegiatan bermain bebas sering menjadi kunci pembuka bagi gudang-gudang bakat kreatif yang dimiliki setiap manusia. Bermain bagi anak berguna untuk menjelajahi dunianya, dan mengembangkan kompetensinya dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Fungsi bermain bagi anak usia dini dapat dijadikan intervensi yang jika dilaksanakn dengan tepat, baik dilengkapi dengan alat maupun tanpa alat akan sangat membantu perkembangan sosial, emosional, kognitif, dan afektif pada umumnya, dan mengembangkan daya kreativitas anak.

Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Istilah bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan dapat mengembangkan imajinasi anak

“Bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.”[6]

Secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain:

1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak

2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik

3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak

4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak

5. Memilikii hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya.[7]



Berdasarkan keterangan di atas, maka bermain adalah kegiatan yang menyenangkan, spontan, sukarela dan melibatkan peran aktif anak. Banyak konsep dasar yang dapat dipelajari anak melalui aktivitas bermain. Pada usia prasekolah, anak perlu menguasai berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, dan sebagainya. Konsep dasar ini akan lebih mudah diperoleh anak melalui kegiatan bermain.

Bermain, jika ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Sedangkan jika ditinau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat, yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia pra sekolah dengan menekankan permainan dengan alat (kotak-kotak, bola, dan sebagainya) dan drama.

Umumnya para ahli hanya membedakan atau mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya.

a. Jean Piaget

Adapun tahapan kegiatan bermain adalah sebagai berikut:

1. Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)

Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutankenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.

2. Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)

Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.

3. Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)

Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.

4. Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)

Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.[8]



Berdasarkan kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk keenangan lambat laun mempunyai tujuan untuk hasil tertantu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.

b. Hurlock

Adapun tahapan perkembangan bermain adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)

Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang diraihnya.

2. Tahapan Mainan (Toy stage)

Tahap ini mencapai puncknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadi pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.



3. Tahap Bermain (Play stage)

Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.

4. Tahap Melamun (Daydream stage)

Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan mulai menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain.[9]



Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain (seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.

2. Bermain Kotak-kotak dalam Meningkatkan Kecerdasan Anak

Masa kanak-kanak adalah masa yang setiap orang akan, sedang dan pernah mengalaminya dalam perjalanan kehidupannya. Tahapan kehidupan seorang manusia tidak akan pernah terlepas dari masa anak-anak. Pada umunya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak adalah masa terpanjang dalam rentang kehidupan seseorang, saat individu dimana relatif tidak berdaya dan tergantung dengan orang lain.

Masa kanak-kanak di mulai setelah bayi yang penuh dengan ketergantungan, yaitu kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk laki-laki. Masa kanak-kanak di bagi lagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu awal dan akhir masa kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur 2-6 tahun, dan periode akhir pada masa usia 6 sampai tiba saatnya anak matang secara seksual.[10]



Garis pemisah ini penting, khususnya digunakan untuk anak-anak yang sebelum mencapai wajib belajar diperlakukan sangat berbeda dari anak yang sudah masuk sekolah. Sedangkan para pendidik menyebut sebagai tahun-tahun awal masa kanak-kanak sebagai usia pra sekolah.

Anak yang berusia antara 2 hingga 6 tahun dikatakan sebagai anak usia dini. Anak pada usia dini sebagai usia dimana anak belum memasuki suatu lembaga pendidikan formal, seperti Sekolah Dasar (SD), dan biasanya mereka tetap tinggal di rumah atau mengikuti kegiatan dalam bentuk berbagai lembaga pendidikan pra sekolah seperti kelompok bermain, taman kanak-kanak atau taman penitipan anak

Anak usia dini dapat di katakan sebagai usia yang belum dapat di tuntut untuk berpikir secara logis, yang di tandai dengan pemikiran sebagai berikut:

1. Berpikir secara konkrit, dimana anak belum daat memahami atau memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak (seperti cinta dan keadailan)

2. Realisme, yaitu kecenderungan yang kuat untuk menanggapi segala sesuatu sebagai hal yang riil atau nyata

3. Egosentris, yaitu melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mudah menerima penjelasan dari si lain

4. Kecenderungan untuk berpikir sederhana dan tidak mudah menerima sesuatu yang majemuk

5. Animisme, yaitu kecenderungan untuk berpikir bahwa semua objek yang ada dilingkungannya memiliki kualitas kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki anak

6. Sentrasi, yaitu kecenderungan untuk mengkonsentrasikan dirinya pada satu aspek dari suatu situasi

7. Anak usia dini dapat dikatakan memiliki imajinasi yang sangat kaya dan imajinasi ini yang sering dikatakan sebagai awal munculnya bibit kreativitas pada anak.[11]



Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 2–6 tahun, yang berada pada tahap perkembangan awal masa kanak-kanak, yang memiliki karakteristik berpikir konkrit, realisme, sederhana, animisme, sentrasi, dan memiliki daya imajinasi yang kaya.

Garis-garis besar program kegiatan belajar mengajar taman kanak-kanak, bermain juga merupakan prinsip dalam pengajaran di dalam taman kanak-kanak, dimana bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak didik. Sebelum bersekolah bermain merupakan cara alamiah untuk anak, karena dengan bermain anak dapat menemukan lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Pada prinsipnya “bermain mengandung rasa senang dan lebih mementingkan proses dari pada hasil, perkembangan bermain sebagai cara pembelajaran hendaknya disesuiakan dengan perkembangan umur dan kemampuan anak didik tersebut, yaitu berangsur-angsur dikembangkan bermain sambil belajar.”[12]

Permainan kotak-kotak adalah “salah satu permainan bagi anak usia dini sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kognitif anak, karena dengan permainan kotak-kotak ini anak mampu meningkatkan prestasinya, baik dalam segi berhitung, pengenalan warna, huruf, dan dapat mengasah daya imajinasi anak tersebut.”[13]

Tingkat prestasi melalui bermain kotak-kotak bagi anak dapat dipandu oleh guru untuk melakukan permainan kotak-kotak ini, anak dapat mengikutinya agar lebih rapi, sehingga anak dapat menyalurkan bakat serta imajinasinya melalui permainan kotak-kotak tersebut. Misalnya dengan konsep warna, anak dapat mengelompokan warna dengan baik, antara lain warna merah, kuning, hijau dan seterusnya sesuai panduan yang diberikan oleh guru kepada anak tersebut.

Manfaat lain permainan kotak-kotak bagi anak adalah permainan ini cukup menarik bagi anak untuk melakukan pembelajaran. Anak dapat melakukan belajar dengan memisahkan masing-masing barang berdasarkan kelompoknya dan memahami bahwa barang tersebut bisa dikelompokkan dengan lebih dari satu cara, selain itu anak juga dapat belajar berhitung.

Bermain kotak-kotak ini banyak dilakukan, salah satunya memilih kotak kardus. Aturan permainan dengan kotak kardus adalah jika berada ditangan anak-anak akan diubahnya menjadi sebuah permainan yang menyenangkan, tidak ketinggalan kotak kardus besar, anak-anak seolah-olah hidup didunianya sendiri ketika berada dalam kotak tersebut berikut ini juga terdapat beberapa variasi permainan kotak-kotak kardus kecil.

Caranya ambil sebuah kardus kecil, biasanya kardus mie instan, masukan beberapa kotak kecil didalamnya, yang diberi warna, suruhlah anak-anak untuk memilih warna sebanyak-banyaknya yang terdapat dalam kotak tersebut, warna merah, kuning, hijau dan sebagainya. “Permainan ini bertujuan agar anak dapat mengetahui konsep warna yang ada dalam kotak tersebut.”[14] Permainan kotak bertujuan agar anak dapat bermain dengan menggunakan imajinasi tentang sesuatu yang ada dalam kotak tersebut.

................................................................................................


[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 52


[2] Moeslichatoen R, (2004), Media Pengajatran di Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 9


[3] Moeslichatoen R, (2004), Media Pengajatran..., hal. 9


[4] Moeslichatoen R, (2004), Media Pengajatran..., hal. 10


[5] Moeslichatoen R, (2004), Media Pengajatran..., hal. 24


[6] Devi Ari Mariani, (2008), Bermain dan Kreativitas pada Anak Usia Dini, Artikel, Jakarta, hal. 6


[7] Devi Ari Mariani, (2008), Bermain dan Kreativitas..., hal. 7


[8] Devi Ari Mariani, (2008), Bermain dan Kreativitas..., hal. 8


[9] Devi Ari Mariani, Bermain dan Kreativitas..., hal. 9


[10] Devi Ari Mariani, (2008), Bermain dan Kreativitas..., hal. 3


[11] Devi Ari Mariani, (2008), Bermain dan Kreativitas..., hal. 6


[12] Yeni Rahmawati, (2010), Strategi Pengembangan Kreativitas pada Anak, cet. Ke I, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 14


[13] Devi Ari Mariani, (2008), Bermain dan Kreativitas..., hal. 10


[14] Dwi Sunar Prasetyo, (2010), Biarkan Anak Bermain, cet. Ke-2, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 159