Pengenalan lingkungan alam sekitar kepada anak merupakan salah satu komponen terpenting dalam pengembangan tujuan, isi dan proses pendidikan pada anak usia dini (PAUD). Esensi tujuan pendidikan pada anak usia dini diantaranya adalah membantu anak mengenali, memahami dan menyesuaikan diri secara kreatif dengan lingkungannya.[1]

Lingkungan yang dimaksud memiliki konotasi pemahaman yang luas mencakup segala sumber yang ada dalam lingkungan anak (termasuk dirinya sendiri), lingkungan keluarga dan rumah. Pengamatan secara langsung terhadap lingkungan alam sekitarnya, akan menyebabkan kecerdasan anak, terutama kecerdasan terhadap pengenalan lingkungan sekitarnya akan berkembang dan tumbuh. “kecerdasan kinestetik, naturalis, spasial dan kecerdasan logis berkembang ketika anak melakukan tadabbur alam”.[2]

1. Lingkungan Sekitar

Kondisi lingkungan yang sesungguhnya juga akan menarik perhatian spontan anak sehingga anak memiliki pemahaman dan kekayaan pengetahuan yang bersumber dari lingkungannya sendiri. Bahan-bahan pengajaran yang ada pada lingkungan sekitar anak akan mudah diingat, dilihat dan dipraktikan sehingga kegiatan pengajaran menjadi berfungsi secara praktis. Inti pengajaran sesungguhnya adalah mengajak anak pada kondisi lingkungan sesungguhnya. Alam sekitar merupakan apa yang ada diseputar kita, baik yang jauh maupun yang dekat dengan kita, baik masa silam maupun masa yang akan datang tidak terikat pada dimensi waktu dan ruang.[3]

Semua bahan yang ada di lingkungan sekitar anak dapat dipakai sebagai pusat minat atau pusat perhatian anak. Pada dasarnya belajar bagi anak PAUD tidak mesti di dalam kelas namun belajar dapat juga dilakukan di luar kelas, yang tentunya menjadi daya tarik bagi anak usia dini.

Belajar tidak mesti didalam kelas, belajar dapat juga dilaksanakan di alam bebas, tatkala anak-anak sudah jenuh didalam kelas kita sebagai guru dapat membawanya belajar dalam bentuk wisata untuk menumbuhkan minat belajar baru. Kita mengajak anak-anak pergi melihat fenomena-fenomena alam, belajar melalui wisata alam ini akan berkesan dalam pikiran anak, dan mengembangkan pemikirannya, merangsang mereka untuk berbuat karena mereka membuktikan dan menyaksikan sendiri kejadian alam yang terjadi disekitar mereka.[4]



2. Pengenalan Alam Sekitar

Ketika mengajak anak usia dini untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga pengetahuan anak usia dini terhadap lingkungan bertambah, guru PAUD diharapkan mampu melakukan berbagai aktifitas yang mendorong semangat anak untuk mengetahui apa yang dilihatnya saat berintraksi dengan alam sekitarnya. Seperti mempelajari proses kehidupan yang terjadi di masyarakat, mempelajari masalah lingkungan alam sekitar, dan sebagainya. Pengenalan alam sekitar memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan emosional seorang anak.

Perkembangan aspek kognitif, emosi dan aspek lain sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang berpengaruh positif bagi individu akan memungkinkan berkembangnya potensi yang optimal. Anak usia dini dengan karakteristik khusus yang dimiliki, mempunyai cara belajar yang berbeda dengan tahap-tahap perkembangan selanjutnya, salah satu cara belajar anak usia dini adalah melalui bermain.[5]



Pengenalkan akan dunia sekitar akan meningkatkan kepedulian anak terhadap alam sekitar, dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak yaitu, “Kemampuan internal seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan dalam pengambilan keputusan.”[6] sekaligus dapat meningkatkan perkembangan emosi anak. “Setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif yaitu perasan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu, baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam)”.[7]

Pengenalan alam sekitar akan meningkatkan perkembangan anak yang lain seperti perkembangan sosial, pribadi dan perkembangan moral anak. Sehingga dengan pengenalan alam sekitar diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan yaitu mengenalkan dan meningkatkan kepedulian anak terhadap lingkungan dan alam sekitarnya.

Dengan pengenalan alam sekitar, contohnya dengan berkarya wisata semua anak-anak diharapkan berbaur (membangun kedekatan dengan temannya) sehingga anak akan menjadi satu kelompok. Anak-anak akan saling bekerja sama menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, seperti tugas yang diberikan guru kepada anak-anak untuk mengumpulkan daun-daun kering yang berserakan. Tentu tugas ini dapat dilakukan anak-anak secara berkelompok atau secara individual. Ketika anak-anak melaksanakan tugas yang diberikan guru, diharapkan anak-anak menyesuaikan diri dengan teman-temannya, berbaur dengan alam sekitar, sehingga interaksi diantara anak dengan alam sekitar serta dengan sesamanya akan semakin terjalin dengan baik.

3. Pembelajaran Melalui Alam Sekitar

Peranan guru sebagai fasilitator pendidikan untuk anak usia dini (anak usiaTK) harus mampu memberikan kemudahan kepada anak untuk mempelajari berbagai hal yang terdapat dalam lingkungannya.kita ketahui bahwa anak usia dini memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu serta memiliki sikap berpetualang serta minat yang kuat untuk mengobservasi lingkungan.[8] Pengenalan terhadap lingkungan disekitarnya merupakan pengalaman yang positif untuk mengembangkan minat keilmuan anak usia dini. Dalam upaya pengenalan dan peningkatan kepedulian anak terhadap lingkungan, seorang guru perlu memperhatikan bahwa:

1. Nilai-nilai lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan yang ada disekitar anak merupakan salah satu sumber belajar yang dapat di optimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pendidikan yang berkualitas bagi anak usia dini. Lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak. Jumlah sumber belajar yang tersedia dilingkungan tidak terbatas, sekalipun pada umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk kepentingan pendidikan. Sumber belajar dalam lingkungan akan semakin memperkaya wawasan dan pengetahuan anak karena mereka belajar tak terbatas. Anak juga dapat mengoptimalkan potensi panca indranya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut. “informasi tentang keadaan lingkungan pegunungan misalnya: udara yang sejuk, pemandangan yang indah, penuh tanaman hijau, penuh lembah dan ngarai, jalannya yang berkelok-kelok dan naik turun”.[9]

2. Penggunaan lingkungan memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna. Sebab anak dihadapkan dengan keadaan dan situasi yang sebenarnya. Hal ini akan memenuhi prinsip kekongkritan dalam belajar sebagai salah satu prinsip pendidikan anak usia dini.

3. Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar terhadap anak-anak TK akan mendorong pada penghayatan nilai-nilai atau aspek-aspek kehidupan yang ada dilingkungannya. Kesadaran akan pentingnya lingkungan dalam kehidupan sebaiknya mulai ditanamkan pada anak sejak dini, sehingga setelah mereka dewasa kesadaran tersebut tetap terpelihara. Begitu banyak nilai dan manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar dalam pendidikan anak usia dini, bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari dari lingkungan. Namun demikian diperlukan adanya kreativitas guru untuk dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.[10]

Setiap pendidik (guru dan orang tua) harus menyadari bahwa alam dan lingkungan sekitar merupakan salah satu media belajar yang dapat menstimulasi (merangsang) kecerdasan anak. “Alam merupakan sarana bermain anak yang mampu meningkatkan daya eksplorasi anak”.[11]

Anak merupakan generasi penerus yang mewariskan keberlangsungan bumi, namun seringkali anak tidak ramah terhadap lingkungannya. Untuk itu, orangtua perlu mendidik anak sedini mungkin agar peka dan peduli terhadap lingkungan. Dengan harapan, bumi tetaplah menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Menurut Abdul Halim selaku pelaksana tugas relasi media Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI),

Tanamkan hakekat alam terlebih dulu sebelum orangtua mendorong kecintaan anak terhadap lingkungan. Anak memahami, bumi beserta isinya merupakan ciptaan dan anugerah Tuhan YME, yang diberikan kepada manusia agar dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai pendukung kehidupan. Agar manfaatnya maksimal maka alam harus dijaga dan dipelihara.[12]



Kerusakan alam sekitar akibat ulah manusia akan menimbulkan dampak yang merugikan. Jika hal ini tertanam dalam pola pikir anak, maka guru AUD akan lebih mudah memberi teladan. Misalnya, orangtua senantiasa membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Mendidik anak terkait dengan memerdekakan akal budi dari ketidaktahuan, termasuk memberi jalan agar anak lebih beradab dalam memperlakukan lingkungan hidupnya. Sikap kecintaan anak terhadap alam sekitar merupakan hasil proses pendidikan yang dialaminya, baik dari sekolah maupun orang tua.[13]

Umumnya, anak menghabiskan 2/3 hari di rumah. Maka pengaruh terbesar bersumber dari pendidikan di rumah. Pendidikan yang paling efektif adalah keteladanan dari orang tua. Untuk itu, biasakan pola hidup yang bersih, sehat dan ramah lingkungan dalam keluarga. Tanamkan pula, menjaga alam merupakan bagian dari ibadah, yang memberi manfaat bagi peningkatan kualitas hidup. Anak belajar dengan meniru dan mencontoh. Jadi, kalau orang tua kurang perahatian terhadap lingkungan, anak pun akan terpengaruhi. Dimulai dari meniru, membiasakan, berkarakter hingga menjadi budaya, khususnya budaya cinta lingkungan

Mengajarkan cinta lingkungan juga akan menumbuhkan sikap bersyukur. Umumnya, anak yang mencintai alam cenderung berhati lembut dan juga mengasihi sesamanya. Sejak dini anak harus dikenalkan dengan tugas menjaga dan memelihara lingkungan sekitar, agar setelah dia dewasa dia akan mencintai lingkungannya.

Manfaat yang dapat diperoleh dalam pengenalan alam sekitar adalah sebagai berikut:

1) Guru atau orang tua dapat menanamkan nilai pada anak. Ketika menikmati alam, orang tua bisa memasukkan nilai yang dianggap penting. Misalnya perlunya menjaga kebersihan lingkungan, tidak membunuh hewan, merawat tanaman dan sebagainya.

2) Anak dapat berekspresi lebih bebas, saat berada di alam terbuka, anak bisa lebih bebas berekspresi. Ia bisa berteriak, berlari, atau melompat tanpa mengalami hambatan.

3) Melatih motorik halus anak. Membuat bermacam bentuk dari pasir basah atau adonan tepung akan melatih keterampilan tangan atau motorik halusnya.

4) Mengasah kreativitas anak, Aneka bentuk yang dicoba dan dibuat akan mengasah kreativitasnya. Misalnya bagaimana membuat pola telapak kaki kucing dengan menggunakan salah satu kepalan dan jari-jari tangannya di atas pasir.[14]

Selain itu lingkungan masyarakat juga mempengaruhi sikap anak terhadap lingkungannya. Untuk itu, diperlukan pengawasan orang tua agar pendidikan lingkungan hidup dapat dipraktikkan dalam keseharian anak. Jika mungkin, dengan membentuk sistem pelestarian di daerah tinggal, anak dapat berperan langsung menjaga keberlangsungan lingkungannya. Ilmu tanpa praktek, tak memberi bekas pada pemahaman anak. Begitupun dengan pemahaman seputar lingkungan, perlu didukung oleh keterlibatan anak secara aktif. Karena itulah “Guru perlu menyadari bahwa keterlibatan langsung peserta didik dalam pembelajaran dapat mempercepat penerimaan dan penyerapan terhadap bahan ajar/materi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu guru perlu merancang atau mempersiapkan kegiatan pembelajaran yang mampu melibatkan siswa”.[15] Menyayangi mahluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan untuk menjaga keseimbangan alam.Biasakan anak menghemat penggunaan listrik, dengan tidak menyalakan lampu, televisi dan alat elektronik lainnya jika diperlukan. Libatkan anak dalam mengelola kualitas lingkungan sekitarnya, seperti menata cahaya ruangan, mengatur ventilasi udara, melakukan dan memelihara penghijaun, memelihara dan memelihara fasilitas sanitasi.[16]





Budianto
-----------------------------------------------

[1] Riana Mashar, ( 2011) Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, Edisi. I, cetakan. I, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 15


[2]Ariany Syurfah (2009), Multiple Intelligences For Islamic Teaching Panduan Interaktif Melejitkan Kecerdasan Majemuk Anak Melalui Pengajaran Islam, Bandung: Sygma Publishing, hal. 33




[3] Oemar Hamalik (2001)Proses Belajar Mengajar , Jakarta: Bumi Aksara, 65


[4]Martinis Yamin,(2010) Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, cetakan. VII, Jakarta: Gaung Persada Press, hal. 94




[5]Riana Mashar (2011) Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, Edisi. I, cetakan. I, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal. 15


[6]Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran ..., hal.5


[7]Syamsul Yusuf, (2010) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, cetakan. XI, Bandung, Rosda Karya, hal.115


[8] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengaja,...,65


[9] Moeslichatoen, Metode Pengajaran ..., hal. 76-77




[10] Oemar Hamalik (2001)Proses Belajar Mengajar , Jakarta: Bumi Aksara, 65


[11]Maimunah Hasan, (2010) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), cetakan. II, (Jakarta: DIVA Press), hal. 280


[12]Mita Zoe (2010) Tumbuhkan Kepedulian Lingkungan Pada Anak, Diakses pada tanggal 13 Maret 2012, dari http://bakpiajogja.blogspot.com/2010/03/tumbuhkan-kepedulian-lingkungan-pada.html




[13] Oemar Hamalik, Proses Belajar....,65


[14]Maimunah Hasan, (2010) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), cetakan. II,Jakarta: DIVA Press, hal. 282-283




[15]Iskandar Agung, (2010) Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Bagi Guru, cetakan. I, (Jakarta: Bestari Buana Murni), hal. 42


[16]Zamharir Mukthi, Tumbuhkan Kepedulian Lingkungan Pada Anak, (versi elektronik) Diakses pada tanggal 13 Maret 2012, dari www.ibudanbalita.com